Header Ads

Ritual Singer Manetes Hinting Bunu digelar di Kota Banjarmasin

Mungkin cerita ini tidak asing bagi warga Kalimantan, cerita ini merupakan kisah nyata yang sebelumnya sudah saya Posting juga di Website saya sebelumnya yang sekarang sudah dikerjain orang (Hack), ini merupakan peristiwa SARA yang terjadi pada  20 Februari 2016 yang lalu, dimana saat itu Walikota Banjarmasin Bapak Ibnu Sina bersama Wakilnya Pa Hermansyah yang baru beberapa hari dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota harus dihadapkan dengan Permasalahan yang cukup besar yang awalnya hanya permasalahan Kriminal berupa perkelahian yang mengakibatkan pembunuhan.
Yang tidak biasa dari aksi kriminalitas ini adalah dikarenakan melibatkan antara dua suku yaitu Dayak dan Suku Madura, dimana yang jadi korban meninggal adalah Seorang Pemuda Dayak sedangkan tersangka dari Pemuda Madura yang katanya saat kejadian dalam kondisi Mabuk melarikan diri ntah kemana, ini memang sebenarnya hanya permasalahan kecil namun karena di Kalimantan hubungan antara kedua Suku ini memang sangat sensitif, ditambah pengaruh media sosial yang sangat menambah suasana propokasi disana sini, akhirnya kabar perkelahian ini cepat menyebar ke penduduk Kalimantan Suku Dayak lainnya.
Saya masih ingat di BBM dan Media sosial lainnya di HP saya masuk beberapa pesan yang cukup mengkwatirkan, dari mulai isu turun Gunungnya Suku Dayak yang di Pelosok Kalimantan dan Siap Menyerbu Warga Madura disekitarnya, dan Isu isu propokasi yang lain...

Malam itu memang mencekam, bahkan di Kelurahan tempat saya tinggal pada malam itu warganya sudah siap siaga apabila ada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan polisi juga semuanya berjaga ditengah dan sudut-sudut Kota.
Tentu Pemerintah tidak tinggal diam dengan kondisi demikian, Walikota, Wakil Walikota beserta Forum Koordinasi Pemerintahan Daerah lainnya berkumpul untuk mengadakan diskusi dan jalan keluar dari Permasalahan tersebut dimana Keluarga, Ketua Dewan Suku dari kedua Suku yang bermasalah juga dihadirkan.
Dari pertemuan itu kemudian diputuskan bahwa Pemerintah Melalui Polresta Kota Banjarmasin berjanji akan menyelesaikan dengan tuntas permasalahan ini, dimintakan kepada Kedua Ketua Dewan yaitu Suku Dayak dan Suku Madura agar meminta kepada seluruh Warganya agar tetap tenang, tidak terpropokasi dan terpancing terhadap isu yang beredar dan tetap menjaga keamanan dan ketertiban di Daerahnya.
Tak perlu Waktu lama, akhirnya tersangka berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian di Kota Makassar. Tersangka kemudian dibawa ke Kota Banjarmasin untuk diproses Hukum, baik Hukum negara dan juga Hukum adat suku masing-masing.



Aroma kemenyan tercium tajam di lokasi pelaksanaan ritual adat Dayak “Singer Manetes Hinting Binu.” Ucapan mantra dengan menggunakan bahasa Dayak mengiringi jalannya proses acara.




Bertempat di Jalan Pangeran Antasari Gang 10 Harapan, Banjarmasin Timur, Sabtu pagi 19 Maret 2016 , ratusan warga berbaur menyaksikan ritual adat yang jarang dilihat.
Pihak kepolisian berjaga-jaga di sekeliling lokasi acara dan semua sudut gang. Turut hadir Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol Wahyono dan Dandim 1007 Letkol Inf Erwin, serta tokoh adat Dayak yang ada di Pulau Kalimantan.
Beberapa sesajen sudah disediakan dalam ritual Bapalas tersebut. Sesajen yang dipersembahkan adalah potongan kepala hewan kerbau dan potongan daging babi serta dua ekor ayam. Di tempat tersebut disiapkan sebuah lubang untuk menguburkan kepala kerbau.
Tak hanya itu, kue khas daerah seperti kue cucur, wajik, cingkaruk juga  menjadi salah satu sesajen di ritual adat. Selain itu juga ada sebotol minuman anggur sebagai bahan ritual.
Dua orang Basir (Rohaniawan) pemimpin ritual berpakaian adat Dayak, nampak menginang atau mengunyah campuran bahan daun sirih dan kapur serta timbaku. Sebilah mandau yang diolesi sedikit cairan darah dari hewan yang dikorbankan dipoleskan ke beberapa sesajen yang disediakan.
Basir membaca mantara sambil menghamburkan beras yang sudah dicampur bahan tertentu dan menguburkan kepala kerbau ke lubang. Ritual ditutup dengan cara memecahkan kerawang baluh atau buah labu, pertanda acara selesai dengan makna apa yang sudah terjadi sudah selesai.
Menurut Basir Kristian Stevanus, pada intinya dalam kegiatan ritual adat Singer Menetes Hinting Bunu, bertujuan untuk melakukan perdamaian. Dua orang Basir mengucapkan mantra dengan berbahasa Dayak.
Di mana ada simbol memecahkan kerawang baluh berbentuk buah labu, yang dimaknai apabila pecahnya buah labu, maka semua dendam dan perselisihan antara kedua belah pihak yang terlibat perkelahian sudah berakhir. Itu artinya tidak ada kata dendam dan berharap tidak akan terjadi lagi.
Selain itu, tambah Dodon -sapaan Kristian- mematahkan ijang pahera memelek ijang pahera berdasarkan adat suku Dayak adalah membuang rasa dendam dan benci antara sesama, khususnya kedua belah pihak yang bertikai.
“Pada intinya ritual ini kita semua ingin kedamaian. Tidak ada unsur pemaksaan dan intimidasi dari pihak lain. Ritual ini perjanjian dengan alam, bukan dengan sesama manusia. Jadi yang berjanji itu antara manusia dan alam serta sang pencipta. Bila ada yang melanggar, maka itu akan bukan dari pihak kita secara manusia, tapi itu dari alam,” jelas Dodon alias Kristian.
Terpisah Basir (rohaniawan adat Dayak) Rabiadi mengungkapkan bahwa apa yang telah dilaksanakn merupakan upacara atau ritual perdamaain secara adat Dayak. Ritual ini dimaknai dengan mensucikan alam semesta dengan menyimbolkan seekor hewan kerbau yang dikorbankan.
Selain itu, ritual dimaksudkan menetralisir atau menyucikan alam semesta.  Dengan simbol memusut kerawang baluh (buah labu) tersebut, maka berhentinya perselisian antarsuku. “Ini ritual  turun-temurun. Bila ada pertikaian, dengan adanya ritual ini maka pertikaian yang telah lalu sudah selesai dan damai,” jelas Rabiadi.
Terpisah Ketua DAD (Dewan Adat Dayak) Kota Banjarmasin Arie Tandau mengatakan, apa yang sudah terjadi menjadi pelajaran semua pihak. Dengan adanya ritual tersebut, semua permasalahan dan pertikaian tuntas.
“Suku Dayak yang ada di Kalimantan akan membuat kerukunan bersama dengan suku Madura. Di mana setiap ada kegiatan kita akan selalu menghadiri dan selalu tetap berkomunikasi,” jelas Arie Tandau.
Setelah selesai acara ini Walikota Banjarmasin melalui Akun Media Sosialnya menyampaikan pesan berikut : "19 Maret 2016 tepat 1 bulan kurang 1 hari sejak kejadian yg menyulut isu SARA dan konflik sosial antara etnis Dayak dan Madura di Banjarmasin, Upacara Adat Singer Manetes Hinting Bunu bisa terlaksana. Peristiwa yg menguras energi semua pihak ini bisa kita lalui dgn damai. Trims yg tak terhingga kepada Pak Gubernur Kalsel, Pak Kapolda, Pak Danrem, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, tokoh etnis, tokoh agama, tokoh pemuda dan semua pihak dari provinsi tetangga di Bumi Kalimantan yg sangat bijak, sangat bersabar dan sangat bermartabat menyelesaikan persoalan ini. Klo nenek moyang kita di Tanah Borneo ini 122 tahun yang lalu pada Peristiwa Tumbang Anoi 1894 yg dihadiri 152 kepala suku bersepakat mengakhir "hukum darah bayar darah" maka kita pun bisa menaatinya. Dari Banjarmasin utk Indonesia. ‪#‎banjarmasidamai‬‪#‎kalimantandamai‬ ‪#‎damai_indonesia‬
Trims juga Dewan Adat Dayak DAD Banjarmasin.. IKAMA/KAWAMA Madura Banjarmasin.. BATAMAD Kapuas Kalteng.. dan semua pihak.."



SEMOGA NEGERI INI SELALU AMAN DAN DAMAI................


Sumber : Sebagian dari Postingan ini bersumber dari Pro Kalsel

No comments

Powered by Blogger.